KASUS HARTOYO TENTANG KEPEMIMPINAN

Hartoyo menggunakan system kepemimpinan Militerlistik. Hal ini tergambar dari cara yang digunakan Hartoyo dalam pengambilan keputusan yang bersifat cepat tanpa dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan para pegawainya.
Walaupun bertentangan dengan ideologi negara yang mengandalkan musyawarah untuk mencapai  kata mufakat, system kepemimpinan ini tidak sepenuhnya berdampak negatif. Sistem ini sangat bagus untuk mendidik sikap disiplin dalam diri setiap pegawai dan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar. Bagi pihak atasan, system ini menjadi tantangan tersendiri.  Dalam system Militerlistik, atasan dituntut untuk berfikir cepat, tepat dan tegas. Sehingga setiap keputusan yang diambil dapat dijalankan dengan maksimal untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.  Dalam hal ini, Hartoyo harus mampu meyakinkan dan menumbuhkan kepercayaan dalam diri semua bawahannya akan keunggulan dari setiap keputusan yang ia ambil agar para pegawai dapat menjalankan tugas dengan baik dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama.
Namun, system ini akan menutup kesempatan bagi pegawai yang berpotensi bagus untuk berkembang karena tidak diberikannya kesempatan dan wadah untuk mengemukakan pendapat serta ide-ide kreatif untuk kemajuan departemen. Akibatnya, kinerja pegawai akan statis dan tidak berkembang karena semua tindakan yang akan dilakukan hanya berpatokan pada keputusan yang diambil atasan tanpa bisa diganggu gugat. Sedangkan pada masa ini persaingan di dunia kerja semakin pesat terutama karena munculnya berbagai macam ide kreatif dari para pekerja khususnya pekerja muda yang memiliki potensi dan talenta yang menjanjikan didukung semangat kerja yang masih berapi-api.
Jadi, system ini tidak cocok digunakan dalam sebuah organisasi produksi yang dipimpin oleh Hartoyo. Di bidang produksi, dibutuhkan kerjasama yang baik antara atasan dengan pegawai. Dengan system Militerlistik ini, pegawai diperlakukan murni sebagai bawahan yang harus melaksanakan setiap perintah yang diberikan atasan tanpa perlu dimintai pendapat. Hal ini akan mempersempit langkah kerja pegawai dalam membuat produk-produk baru yang lebih kreatif dan berinovasi. Berbeda halnya dalam dunia militer seperti tentara.  Para tentara telah dididik untuk selalu siap melaksanakan perintah dalam keadaan apapun tanpa kompromi. Dalam kasus ini, dibutuhkan seorang atasan yang bertindak tegas dan disiplin. Sebaliknya, mereka tidak akan suka dipimpin oleh seorang atasan yang lembek dantidak tegas. Hartoyo tidak dapat membedakan konteks dunia kerjanya, sehingga tetap menggunakan system yang sama di dunia yang sama sekali berbeda. Akibatnya, bawahan yang selalu patuh dan bekerja maksimal serta bermotivasi tinggi di tentara, tidak bisa ia temui di departemen produksi. Bawahannya yang baru malah menunujukkan sikap tidak suka atas gaya kepemimpinannya dan tidak mampunyai motivasi untuk maju karena dari awal tidak menyukai system kerja yang ada.
Jika system ini tetap diterapkan oleh Hartoyo, tidak menutup kemungkinan departemen akan mengalami penurunan pesat. Karena di awal kepemimpinan, pegawai telah menunjukkan sikap tidak puas yang berdampak pada penurunan kinerja pegawai itu sendiri.
Sebaiknya, Hartoyo mengganti system kepemimpinan yang ia gunakan demi kelangsungan perusahaan yang lebih baik serta meningkatkan kinerja pegawai yang menurun.
»»  Read More